MagzNetwork

Memaknai Pergantian Tahun

Diposting oleh Fakultas Ilmu Budaya - Adab | 19.41 | | 0 komentar »

Kutipan Amanat Dekan Fakultas Ilmu Budaya-Adab, Drs. Irhash A. Shamad, M. Hum. Selaku Pembina Upacara pada Upacara Bendera tanggal 17 Desember 2009 di Lapangan Parkir IAIN Imam Bonjol Padang.

Pelaksanaan upacara bendera kali ini, merupakan penutup akhir tahun 2009 menjelang masuknya tahun 2010 Masehi, bertepatan juga, bahwa hari ini adalah hari terakhir tahun 1430 H, di mana saat gurub nanti, kita akan memasuki pergantian tahun Qamariyah 1431 H.

Sebagaimana biasa dalam setiap pergantian tahun kita selalu disarankan untuk melakukan evaluasi atas apa-apa yang telah kita lakukan pada tahun yang berjalan, untuk kemudian mempersiapkan rancangan-rancangan apa yang akan kita laksanakan pada tahun berikutnya. Hal itu tentulah bertujuan, agar kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik dari masa kini. Karena itu, moment pergantian tahun ini, seyogianya tidaklah sekedar transisi perpindahan angka tahun, akan tetapi lebih pada pemaknaan kita terhadap peralihan waktu sebagai wujud terciptanya perubahan ke arah yang lebih baik dalam setiap aspek kehidupan kita.

Dalam rangka momentum pergantian tahun ini, marilah sejenak kita melakukan refleksi atas beberapa pengalaman yang telah kita lalui, baik sebagai sebuah bangsa, maupun sebagai umat yang beragama. Beberapa bulan terakhir, masih segar dalam ingatan kita dua peristiwa penting yang cukup menyita perhatian, yaitu bencana alam yang melanda berbagai daerah secara beruntun dan kisruh politik kalangan elit bangsa yang hingga saat ini kelihatan semakin runyam dan semakin sukar dipahami.

Bencana gempa bumi yang melanda negeri ini pada tanggal 30 September yang lalu, begitu juga beberapa musibah bencana alam yang juga terjadi secara bergantian menimpa beberapa wilayah di Indonesia, cukup menyentak kesadaran spiritual kita, betapa tipisnya batas antara kehidupan dan kematian, betapa kekuasaan Tuhan memiliki kekuatan yang tak mampu dicegah oleh kekuatan apapun di dunia ini, termasuk oleh ilmu pengetahuan dan teknologi sekalipun.

Kekisruhan yang terjadi dalam kehidupan politik bangsa kita dewasa ini, telah makin membuka mata kita tentang berbagai persoalan, mulai dari persoalan ekonomi, hukum dan peradilan, hingga ke masalah-masalah yang menyangkut interes politik dan bahkan moralitas aparat penegak hukum. Terbukanya “kotak pandora” berbagai permasalahan bangsa yang selama ini selalu ditutupi, adalah keniscayaan sejarah pada saat semua telah mencapai titik klimaks. Ternyata kekuatan kekuasaan saja, tidak cukup kuat untuk membungkus sesuatu yang memang seharusnya tidak ditutupi. Ada saatnya kekuatan rakyat yang dipimpin menggugat para pemimpinnya untuk mempertanggungjawabkan atas apa yang telah dilakukan dalam mengurus bangsa ini. Ada saatnya rakyat menuntut hak-hak politik dan hak untuk memperoleh keadilan, pada saat aparat hukum dan elit politik telah mempermainkan hak itu untuk kepentingan diri, kelompok, ataupun untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri.

Dalam kesempatan upacara bendera ini, izinkan saya mengajak kita semua untuk memaknai momentum pergantian tahun ini dengan berkaca pada dua peristiwa yang kita sebutkan tadi.

Pertama, dari segi spiritualitas, dengan pengalaman bencana itu, marilah kita meningkatkan kesadaran akan nilai iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT, marilah kita aplikasikan kedua nilai itu dalam setiap langkah dan pekerjaan kita. Kita boleh larut dengan urusan dunia, namun tentulah tidak akan menjadikan kita semakin hedonis dan lupa bahwa kekuasaan Allah diatas segala-galanya.

Kedua, dari kekisruhan politik yang terjadi dewasa ini dengan segala bentuk problema yang menyertainya, kita mendapatkan gambaran tentang proporsionalitas hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin dan antara pemegang otoritas dan obyek otoritas itu sendiri. Hendaknya peristiwa itu kita jadikan cermin, bahwa kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin tidaklah bersifat tak tergugat, ia adalah merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Tidak selamanya kepemimpinan itu dapat dibentengi dengan otoritas dan kekuasaan semata, tanpa mempertimbangkan asas keadilan dan kejujuran terhadap yang dipimpin. Pada saat keselarasan hak dan kewajiban antara pemimpin dan yang dipimpin tidak lagi memiliki keseimbangan proporsionalitas, maka itu akan memunculkan disharmoni yang dapat berujung pada krisis ketidak percayaan.

Bila hal itu kita turunkan ke level yang lebih mikro, maka setiap kita, tentunya memiliki wilayah kepemimpinan masing-masing. Agama kita telah mengajarkan bahwa “setiap kita adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”. Karena itu, seyogianyalah kita melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab wilayah kepemimpinan kita masing-masing, dengan menyeimbangkan antara otoritas dengan hak dan kewajiban yang kita pimpin, untuk kemudian berupaya meningkatkan dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, sesuai dengan peran yang kita jalankan masing-masing di masa-masa yang akan datang.
Demikianlah sekedar menjadi bahan renungan kita dalam memaknai pergantian tahun ini. Mudah2an Allah akan memberikan petunjuk bagi kita semua, amin.




0 komentar

Posting Komentar