MagzNetwork

Kutipan dari Amanat yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Ilmu Budaya-Adab selaku Pembina Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-101 di lapangan Parkir Kampus IAIN Imam Bonjol, Lubuk Lintah Padang, tanggal 20 Mei 2009
Pada peringatan hari kebangkitan nasional kali ini, kita telah memasuki tahun pertama awal abad kedua sejak pertama kali gagasan kebangkitan nasional dijadikan komitmen kebangsaan. Terlepas dari perbedaan pendapat tentang kapan persisnya hari kebangkitan itu harusnya diperingati, yang jelas kita tetap meyakini bahwa nilai-nilai kebangkitan nasional itu selalu relevan untuk menjiwai perjalanan sejarah bangsa ini, dalam rangka memapankan eksistensi dan kemandiriannya sebagai bangsa yang berdaulat, sebagai bangsa yang mampu berdiri di kaki sendiri, bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain serta terbebas dari penguasaan dan campur tangan bangsa asing.

Masa seratus tahun adalah masa yang cukup untuk pendewasaan sebuah bangsa, masa dimana rangkaian perjuangan bangsa telah terjalin dengan berbagai suka duka pengalaman sejarah masanya masing-masing. Akan tetapi masa seratus tahun, sekaligus juga sering dijadikan sebagai penanda perubahan besar sejarah, masa yang juga cukup untuk melahirkan berbagai perubahan paradigma dan tantangan-tantangan baru.

Bila seratus tahun yang lalu kita dihadapkan dengan tantangan penguasaan fisik, maka awal abad ini paradigma tantangan itu beralih ke penguasaan kultural. Akselerasi kemajuan teknologi informasi yang terjadi semenjak peralihan millenium ini, telah menawarkan berbagai kemudahan dalam hampir semua aspek kehidupan, namun sekaligus juga, telah membawa tantangan-tantangan baru bagi nilai-nilai kemandirian dan jati diri bangsa. Arus informasi dari berbagai penjuru dunia mengalir deras tanpa hambatan, meresap dan mengintervensi area budaya kita, yang dengan itu, kita semakin mudah terjerat dalam pusaran peradaban dunia yang arahnya semakin tidak menentu.

Peringatan kebangkitan nasional kita yang memasuki usia dimana perubahan paradigma itu sedang berlangsung, menuntut semua elemen bangsa ini harus memperkuat komitmen kebangsaan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kesadaran sebagai sebuah bangsa yang mandiri yang pernah digagaskan sejak 100 tahun yang lalu, seyogianya pada hari ini telah memperoleh kematangan seiring dengan perjalanan sejarah bangsa ini. 50 tahun pertama, bangsa ini mampu untuk terbebas dari penindasan asing, 50 tahun kedua kita mencoba untuk berdiri di atas kaki sendiri dengan segala pengalaman yang menyertainya, kita memasuki 50 tahun ketiga atau awal abad kedua sebagai starting point dimana kita seyogianya harus sudah memiliki paradigma yang jelas tentang arti kemandirian sebagai sebuah bangsa, kita harus betul-betul siap dan dewasa untuk menghadapi tantangan perubahan dunia yang berlangsung cepat itu dengan keteguhan komitmen, semangat kemandirian dan kebersatuan dalam rangka mengantisipasi segala bentuk penguasaan asing, untuk kemudian dapat menentukan masa depan kita sendiri.

Kemandirian sebuah bangsa berarti kepercayaan diri sendiri untuk menentukan pilihan-pilihan kehidupan berbangsa, kepercayaan diri untuk melakukan sesuatu berdasarkan pilihan itu, serta menerima segala konsekuensi dari apa yang dilakukan itu. Dengan kemandirian, bangsa ini tidak akan mudah terombang ambing, bangsa ini tidak mudah dikendalikan, tidak mudah diprovokasi dan dininabobokkan, bangsa yang akan selalu memiliki wilayah otoritasi yang kuat, baik pada aspek politik, ekonomi, sosial budaya, maupun jati diri bangsa yang berakar dari keperibadian bangsa sendiri.

Adalah sangat kebetulan, di tahun pertama abad kedua kebangkitan nasional ini, kita sedang melaksanakan amanat konstitusi UUD 1945, yaitu pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat, dan segera setelah itu akan dilaksanakan pula pemilihan presiden dan wakil presiden. Momentum suksesi kepemimpinan nasional yang dilaksanakan seiring langkah pertama abad kedua kebangkitan nasional ini menjadi strategis, ketika kita dapat merumuskan ulang komitmen kita sebagai bangsa yang mandiri, dan dapat menentukan masa depan kita sendiri, tanpa diintervensi oleh pihak asing. Melalui mekanisme suksesi kepemimpinan nasional ini, kita akan menentukan masa depan bangsa untuk setidaknya lima tahun ke depan. Oleh karena itu, adalah menjadi kewajiban kita untuk mensukseskan kedua pemilihan ini dengan menggunakan hak pilih kita masing-masing. Kita secara bersama akan melakukan pilihan hidup kebangsaan dengan menentukan sosok kepemimpinan bangsa yang akan mampu membawa bangsa ini menjadi bangsa yang kuat dan mandiri. Semoga rahmat Allah akan selalu menyertai kita semua, amin.


© Irhash A. Shamad 200509

0 komentar

Posting Komentar